Usia anak empat hingga lima tahun merupakan ‘usia membangkang’. Masa ini sebagai masa perkembangan transisi dari usia batita ke balita. Pada usia ini mereka ingin mencoba-coba sesuatu yang sebaliknya.
Misalnya, ibu menyuruh menutup pintu. Anak ‘sengaja’ enggan melakukannya. Anak malah cuek, pura-pura tidak mendengar, atau bahkan kabur.
Aksi tersebut bukan berarti anak tidak menurut. Anak hanya ingin tahu reaksi yang terjadi bila ia melakukan hal sebaliknya. Tak heran bila kondisi ini sering disebut ‘masa sulit’.
Menghadapi kondisi ini orangtua tak perlu panik, apalagi marah-marah kepada anak. Tetaplah tenang. Pahami kalau anak memang sedang memasuki ‘masa membangkang’, tapi bukan berarti boleh dibiarkan.
Ketika anak melakukan pembangkangan atau pengabaian, dekatilah ia. Ajak anak untuk bersama-sama menutup pintu. Arahkan anak melakukan ‘tugasnya’, tapi jangan membuatnya terpaksa. Sesekali membangkang bisa dimaklumi, tapi jangan sampai dibiarkan.
Bila orangtua tak menyerah dalam mengarahkan, anak akan menurut. Tapi bila pembangkangan terus dilakukan, berarti ada sesuatu yang tak beres pada anak itu. Mungkin anak sedang sakit, marah, kesal atau sebab lainnya. Sebab, anak yang mengalami masa pembangkangan, ketika diarahkan akan segera kembali ke keadaan semula.
Masa perkembangan transisi akan terulang lagi saat anak memasuki usia kelas tiga dan empat SD, dan masa peralihan dari usia anak-anak ke pra remaja. Anak-anak usia ini mulai mempunyai kelompok (teman) dan mulai menyenangi lawan jenis.
Apa saja yang harus dilakukan saat anak ‘membangkang’?
Pastikan permintaan Anda spesifik dan mampu dia kerjakan. Banyak tugas terdengar ‘menakutkan’ bagi anak usia lima tahun. Bimbinglah anak untuk melakukan tugas besarnya dan mengajari ia memecahnya menjadi beberapa tugas kecil. Misalnya, bila Anda mengatakan, ”Bersihkan kamarmu!” Ia mungkin hanya akan meminggir-minggirkan mainannya yang berantakan. Tapi bila Anda mengatakan, “Letakkan sepatumu di rak sepatu dan mainanmu di kotak mainan!” , maka ia akan tahu persis apa yang harus dilakukannya.
2. Sederhanakan perintah.
Anak usia balita akan mengabaikan Anda hanya karena ia tidak paham apa yang sebenarnya disuruh. Buatlah instruksi yang sederhana, tidak lebih dari tiga atau empat langkah. Misalnya, “Ambil dulu gelasnya, simpan di atas meja, lalu lap lantainya yang basah itu.”
Bila Anda memintanya tidak main bola di kamar sementara ia tetap melakukannya, maka ambillah bola itu sampai ia siap mematuhi apa yang diminta. Atau bila ia tidak mau mandi sore karena asyik nonton CD kesayangannya, maka “pause-lah dulu filmnya sampai ia selesai mandi dan berpakaian.
Berilah pujian dan dorongan agar ia mengikuti permintaan Anda. Misalnya, “Wah, ternyata kamu memang sudah besar ya, sudah bisa merapikan mainan sendiri. Ibu senang dan bangga… sekali.”
Bila si kecil mengabaikan Anda ketika Anda mengatakan, “Jangan!” padanya, mungkin karena ia sudah terlalu sering mendengar kata itu. Cobalah gunakan pendekatan lain dengan kata yang lain. Misalnya, larangan menggunting taplak meja atau gorden dapat Anda katakan, “Kalau mau belajar gunting-menggunting, pakai kertas-kertas ini saja ya,” sambil Anda sediakan beberapa lembar kertas bekas untuk ia gunting-gunting. Hal penting yang harus diingat adalah: selalu berikanlah ia alternatif untuk setiap larangan Anda.
Salah satu hal yang menjadi sebab anak mengabaikan permintaan Anda adalah mungkin ia sedang sangat ‘asyik’ dengan aktivitasnya saat itu. Karenanya, berilah ia peringatan terlebih dahulu sebelum Anda mendesaknya untuk segera melakukan kegiatan yang Anda minta. Setidaknya ia telah mendapat pemberitahuan sebelumnya bahwa akan tiba waktunya ayah atau ibu bersikap tegas. Misalnya, bila anak belum juga berpakaian karena ‘tergoda’ untuk segera melanjutkan nonton film, Anda bisa mengatakan, “Kalau sampai Ibu selesai sholat belum pakai baju juga, Ibu matikan komputernya ya…”.
Allahu ‘alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar